Selasa, 30 Agustus 2016

Menteri Tenaga Kerja: Kedatangan Pekerja Asing Tak Perlu Ditakuti. YAKIN?

Kementerian Ketenagakerjaan optimistis menyambut perdagangan bebas dunia yang memungkinkan tenaga kerja asing memasuki pasar Indonesia. Indonesia dianggap lebih mendapatkan manfaat positif dengan dibukanya keran perdagangan bebas dunia.

“Kita harus optimistis dengan dibukanya era perdagangan bebas ini,” kata Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Kamis, 11 Februari 2016. 

Hanif mengatakan tenaga kerja formal dan informal Indonesia saat ini sudah membanjiri pasar dunia sebanyak 1,2 juta orang. Mereka mayoritas tenaga kerja wanita yang banyak dijumpai di Malaysia, Hong Kong, serta sejumlah negara Timur Tengah.

Namun jumlah tenaga kerja Indonesia ini, kata Hanif, tidak sebanding dengan masuknya tenaga kerja asing di Indonesia yang jumlahnya mencapai 70 ribu orang. Para tenaga kerja ini adalah mereka yang memiliki keahlian tinggi serta menduduki jabatan tinggi di perusahaan masing-masing.

“Sehingga tenaga kerja kita bahkan bisa menerima transfer teknologi dan pengetahuan dari tenaga kerja asing ini,” ujarnya.

Pemerintah akan menerbitkan aturan teknis tentang tenaga kerja asing yang akan memasuki pasar tenaga kerja Indonesia. Pelaksanaan aturan teknis ini akan lebih memberikan perhatian kesejahteraan kepada tenaga kerja dalam negeri.

“Aturannya pasti akan kami buatkan, tidak perlu diragukan lagi,” tuturnya.
 
Kementerian mencatat jumlah tenaga kerja Indonesia saat ini mencapai 122 juta jiwa yang tersebar di semua kota/kabupaten. Sebanyak 66 persen tenaga kerja usia produktif adalah mereka yang bergerak pada sektor nonformal dengan ijazah SD.

Ke depan, tenaga kerja ini harus mendapatkan pelatihan keterampilan serta sertifikasi kerja guna meningkatkan kemampuannya. Tenaga kerja ini bisa memenuhi kebutuhan tenaga kerja pada berbagai sektor pembangunan daerah dan pemerintah pusat. 

https://bisnis.tempo.co/read/news/2016/02/11/090744057/menteri-tenaga-kerja-kedatangan-pekerja-asing-tak-perlu-ditakuti

Tren Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Menurun

Pengajuan izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA) menunjukkan tren penurunan bila dibandingkan dengan beberapa waktu lalu. Penerapan Masyarakat Ekonomi Asean tidak turut memantik lonjakan tenaga kerja asing selama awal 2016.

“Selama ini MEA disalahpahami dan dipenuhi mitos seolah-olah dengan adanya MEA maka semua menjadi terbuka. Faktanya dari data kami trennya malah turun bila dibandingkan dengan tahun-tahun lalu,” kata Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri di Jakarta, Kamis (10 Maret 2016).

Berdasarkan data dari Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kementerian Ketenagakerjaan, sebanyak Januari-Februari ini jumlah tenaga kerja asing yang sudah mengantongi izin sebanyak 5.339 orang atau menurun 55,9% dari periode yang sama tahun lalu sebesar 12.134 orang.

Adapun data TKA sebanyak 5.339 orang itu terdiri dari periode bulan Januari sebanyak 2.067 orang untuk TKA yang bekerja lebih dari 6 bulan  dan 516 orang untuk TKA yang bekerja di bawah 6 bulan, Sedangkan bulan Februari  sebanyak 2.303 orang (lebih dari 6 bulan) dan 453 orang (dibawah 6 bulan).

Sebelumnya Badan Pusat Statistik pada awal Maret lalu menyebutkan, selama Januari 2016 WNA yang berkunjung ke Indonesia kurang dari setahun sebanyak 37.992 orang, di antaranya 25.238 yang bertujuan bekerja paruh waktu.

“Kalau yang disampaikan BPS dengan menyebut ada kenaikan 74% itu adalah intensitas kunjungan jadi bukan orangnya. Kenaikan ini tidak mencerminkan jumlah TKA yang bekerja di Indonesia,” tuturnya.

Lebih lanjut Hanif menyebutkan jumlah IMTA selama tiga tahun terakhir yang tak lebih dari 70.000 per tahun tidak signifikan bila dibandingkan dengan tenaga kerja Indonesia yang mencapai ratusan ribu hingga jutaan di negara tertentu seperti Singapura, Hongkong dan Malaysia.

Heri Sudarmanto, Direktur Jenderal Ditjen Pembinaan, Penempatan, dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemenaker, mengatakan kecilnya angka IMTA antara lain disebabkan faktor persyaratan yang cukup ketat.

Orang asing yang ingin bekerja di dalam negeri wajib memenuhi kompetensi. Pengajuan izin juga dilakukan dengan sistem sponsorship, yakni calon TKA harus direkomendasikan oleh perusahaan pemberi kerja.

 “Nah sponsornya di sini masih tidak membutuhkan, selain itu lapangan kerja di negara-negara ASEAN lain juga belum dibuka. Kalau mereka buka, coba dipikir berapa potensi tenaga kerja kita yang akan ke luar negeri, tentunya negara lain juga khawatir,” tuturnya.

TAK PERLU DIKHAWATIRKAN

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani tidak heran dengan tren penurunan TKA tersebut. Dia mengatakan sejak awal MEA tidak perlu dikhawatirkan. Alih-alih membuat Indonesia disebut TKA, jutru tenaga kerja Indonesia yang akan berpeluang memasuki pasar Asean.

Dari kacamata pelaku usaha, menurut Hariyadi, jumlah TKA lebih sedikit karena preferensi pelaku usaha yang masih lebih memilih merekrut tenaga kerja dalam negeri.

“Kalau expatriat kan lebih mahal makanya mayoritas akan gunakan karyawan dalam negeri. Selain itu pemberi kerja juga lebih ketat dalam menyeleksi TKA dan tidak mau sembarangan. Alasan lainnya karena kompetensi kita untuk level supervisor ke atas juga tidak kalah bagus,” ujarnya kepada Bisnis.

Mengenai serbuan tenaga kerja dari Cina yang ramai dibicarakan beberapa waktu lalu, lanjut Hariyadi, bersifat sementara. Hal ini lantaran sejumlah proyek dari negara tersebut seperti di bidang tambang, pembangunan pembangkit listrik dan smelter.

https://bisnis.tempo.co/read/news/2016/03/11/090752904/tren-izin-mempekerjakan-tenaga-kerja-asing-menurun

Senin, 22 Agustus 2016

Di-PHK, 30 Karyawan Grand Mangku Putera Cilegon Ngadu ke Disnaker

Tidak terima dengan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dianggap sepihak serta tanpa memberikan uang pesangon dan penghargaan yang sesuai, Kamis (18/8/2016) sejumlah perwakilan mantan karyawan Hotel dan Restauran Grand Mangku Putera (GMP) Kota Cilegon mendatangi Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Cilegon untuk mengadukan nasibnya.

Diah Feronica, yang sebelumnya menempati posisi Koordinator Food and Beverage di GMP Cilegon mengatakan kedatangan ia bersama tiga orang rekan pekerjanya itu mewakili sebanyak 30 orang yang total di PHK sejak 31 Juli 2016 lalu. “Kita sudah dianggap tidak aktif sejak 31 Juli 2016, sebetulnya ada 32 orang yang di PHK tapi 2 orang lainnya sudah ditarik untuk bekerja kembali,” katanya.

Lebih lanjut Diah mengancam akan terus menuntut uang kompensasi yang sesuai. Dengan penghitungan uang pesangon dan kehormatan bila digabungkan sebanyak 17 bulan upah gaji kerja.
“Harus sesuai dengan apa yang tercantum di UUUD No 13 tahun 2013 tentang efisiensi kerja. Saya sudah tujuh tahun bekerja di GMP, masa cuma dikasih pesangon dua kali bulan gaji? Di GMP setiap masa kerja karyawan yang berbeda tapi sama pendapatan pesangonnya,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Nurani mantan petugas Sekuriti non outsorching di GMP itu mengaku alasan pihak perusahaan memPHK ke-30 karyawannya karena saat ini pendapatan perusahaan berkurang. “Bilangnya karena pendapatan perusahaan berkurang,” katanya.


Disnaker Cilegon: Mantan Karyawan GMP Baru Sekedar ‘Konsultasi’

Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Cilegon saat ini mengaku tidak bisa berbuat banyak untuk melakukan pemanggilan terhadap pihak perusahaan Hotel dan Restaurant Grand Mangku Putera (GMP) Cilegon yang diketahui masih milik keluarga besar Walikota Cilegon Tb Iman Ariyadi ini.
 
Sebelumnya siang tadi sekitar pukul 09.00 WIB, Kamis (18/8/2016) ada empat orang yang mewakili 30 orang mantan karyawan di Hotel dan Restaurant Grand Mangku Putera (GMP) Cilegon yang mendatangi Disnaker Cilegon untuk melaporkan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dari pihak perusahaan tanpa memberikan pesangon yang sesuai.
“Mereka baru melaporkan secara lisan itu masih bersifat konsultasi. Kalau laporan tertulis belum ada yang masuk, kita tidak bisa memprosesnya. Kita sudah akan bisa menangani kasus itu setelah adanya bipartit (perundingan) terlebih dahulu,” ujar Kepala Disnaker Cilegon, Erwin Harahap.

Erwin menegaskan, terkait GMP tersebut masih kepemilikan siapapun namun proses hukum tidak akan ada perbedaan karena setiap warga negara indonesia mempunyai status yang sama di mata hukum. “Proses hukum itu tidak mengenal siapa, manajemen perusahaan dan mantan karyawan akan kita panggil untuk bipartit. Jika itu setelah ada laporan tertulis yang masuk,” katanya. 

Kendati demikian Erwin mengungkapkan posisi Disnaker Cilegon bukan tempat untuk memutuskan pihak mana yang bersalah dalam menangani kasus permasalahan hubungan kerja. Ada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang bertugas untuk itu.

“Kita jangan asbun (asal bunyi) bagaimana menyelesaikan sesuatu, harus juga melihat apakah ada surat perjanjian kerja sebelumnya. Jika kasus berlanjut Disnaker tidak bisa ikut campur, setelah bipartit baru tripartit lalu yang memutuskan salah atau tidaknya adalah PHI,” ungkap Erwin.


Minggu, 21 Agustus 2016

DPRD Jatim Sahkan Perda Perlindungan Ketenagakerjaan

DPRD Jawa Timur akhirnya mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Ketenagakerjaaan disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda). Gubernur Jawa Timur, Soekarwo menandatangani berita acara pengesahaan Perda Penyelanggaraan Ketenagakerjaan di DPRD Jatim yang sebelumnya bernama Raperda Perlindungan Ketenagakerjaan. Dalam prosesnya, pembuatan Perda ini telah melibatkan elemen masyarakat dari organisasi serikat pekerja/buruh maupun organisasi pengusaha. Selain itu juga digelar studi banding ke provinsi lain, Kemenaker serta Kemendagri yang disempurnakan melalui proses publik hearing bersama pemangku kepentingan.

Gubernur Jatim Soekarwo menyampaikan, perubahan nama Perda dari Perlindungan menjadi Penyelenggaraan Ketenagakerjaan dilakukan sesuai saran dan masukan dari Mendagri. Diharapkan, terbitnya Perda ini menjadi titik temu antara keinginan buruh dan pengusaha di Jatim. “Kami harap terjadi harmoni antara pengusaha dan buruh. Sebab tidak mungkin seluruh keinginan pengusaha diakomodir, begitu pula sebaliknya dengan buruh. Ini namanya kompromi, yakni kedewasaan dalam mengambil keputusan. Dengan adanya Perda ini, kami harap buruh dan pengusaha bisa sama-sama legowo,” 

Eksan anggota fraksi Nasdem Hanura yang ditemui usai Rapat Paripurna di Gedung DPRD Jatim, menganggap bahwa muatan dalam Perda ini juga sudah lengkap, meliputi 10 hal yakni pelatihan dan pemagangan kerja, penempatan tenaga kerja dan perluasaan kesempatan kerja, penggunaan tenaga kerja asing, hubungan kerja, perlindungan dan pengupahan, jaminan sosial, fasilitas kerja, hubungan industrial, pembinaan dan pengawasan juga sanksi. Sementara, Wakil Ketua Komisi E Suli Daim menegaskan dengan disahkannya Perda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan ini, maka melunasi hutang yang dijanjikan kepada para buruh selama ini. Apalagi penetapannya juga dilakukan sebelum peringatan HUT RI ke 71 pada 17 Agustus 2016. Sedangkan aturan terkait tenaga kerja asing, khususnya yang memiliki skill (keterampilan) dalam Perda mengatur kewajiban bisa berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia. “Pekerja yang memiliki skill wajib bisa Bahasa Indonesia. Harapannya agar bisa segera mentrasformasikan ilmu kepada pekerja kita supaya ketergantungan kita tidak terlalu lama dengan tenaga kerja asing,” imbuh Suli. Meski demikian, pihaknya juga mengakui dalam Perda ini tidak harus semua tuntutan buruh dipenuhi. Misalnya soal pengupahan dimana buruh meminta untuk dilibatkan dalan dewan pengupahan, hal ini tentu tidak bisa karena menyalahi perundang-undangan. Sebab soal pengupahan langsung diatur oleh pusat yang mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2015 dan UU Nomor 13 Tahun 2003.

Sukardo-Kadisnakertransduk Prov. Jatim, terkait pengesahan Perda Perlindungan mengucapkan syukur dan terimakasih terhadap berbagai pihak, “ Perda ini dibuat demi kesejahteraan masyarakat seluruh Jawa Timur agar lebih aman dan kondusif khususnya bagi calon dan tenaga kerja Jatim yang lebih professional dan mampu berdaya saing dengan negara lain di Asean.

http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/disnaker-new/index.php/ketenagakerjaan.html

 

TKA Tiongkok di Pabrik Semen Maruni Terancam Proses Hukum

Sejumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok yang bekerja di Pabrik Semen Maruni, terancam diproses hukum. Pasalnya selama bekerja TKA tersebut tidak dilengkapi kelengkapan dokumen.

Sekda Provinsi Papua Barat, Drs. Nataniel D Mandacan, mengaku telah menginstruksikan Dinas Kependudukan Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Papua Barat, untuk melakukan penindakan terhadap TKA yang melanggar aturan. “Berapa jumlah TKA yang bekerja tidak jadi soal, yang terpenting mereka bekerja sesuai spesifikasi dan mengantongi ijin, karena pekerjakan orang asing itu wajib disertai Ijin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), dan yang melanggar maka akan diproses,” tuturnya.

Menurutnya, Pabrik Semen Maruni, juga seharusnya lebih memprioritaskan tenaga kerja lokal guna menekan angka pengangguran. Namun, jika tenaga kerja lokal belum mampu menempati posisi yang dibutuhkan, maka kehadiran TKA ini dibutuhkan untuk mendukung pembangunan.

Untuk itu, Sekda berharap Disduknakertrans bersama Kantor Imigrasi dapat mendata kembali TKA asal Tiongkok pada pembangunan konstruksi Pabrik PT. SDIC Papua Semen Indonesia tersebut. 

Sebelumnya, Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Kantor Imigrasi Manokwari,  
Anton Purnomo, mengatakan kedatangan warga negara asing di Manokwari sudah melalui proses pemeriksaan di pintu masuk, seperti Bandar Udara dan Pelabuhan Laut. Dan yang mengantongi Visa Kunjungan atau Wisata di persilahkan. “Ketika mereka diketahui bekerja sebagai karyawan atau buruh dengan modal visa kunjungan tanpa KITAS (Kartu Ijin Tinggal Sementara). Ini tentu melanggar Undang-undang Keimgrasian,” tuturnya.

Dia mengajak Disduknakertrans dan lembaga terkait bersama-sama melakukan operasi gabungan. Jika ada TKA melakukan pelanggaran pada sektor Ketenagakerjaan dan Keimigrasian harus tindak sesuai kewenangannya masing-masing.

http://mediapapua.com/news/read/index/4/2533/tka-tiongkok-di-pabrik-semen-maruni-terancam-proses-hukum